Harga Sarang Walet Menurun Drastis Akibat Pandemi COVID-19
Sejak merebaknya wabah virus Corona yang pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China, infeksi ini telah berhasil menyebar ke berbagai negara di seluruh dunia. Situasi ini menghasilkan dampak serius terhadap industri sarang burung walet, jenis bisnis yang sangat penting bagi banyak masyarakat, terutama di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Harga sarang burung walet telah mengalami penurunan yang signifikan sejak mewabahnya pandemi ini, yang telah memberikan banyak permasalahan dan tantangan bagi para pelaku bisnis Sarang Burung Walet di daerah tersebut. Kendati demikian, warga di sana harus memutar otak untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Sejak timbulnya wabah virus Corona, pasar dunia semakin tidak stabil dengan naik-turunnya harga komoditas secara drastis. Terkait hal ini, eksportir Sarang Burung Walet menghadapi kendala dalam menjual produknya ke China karena banyaknya penerbangan yang ditutup. Fenomena ini pun mengakibatkan penurunan tingkat permintaan di China yang semakin merosot. Selain itu, dampak penyebaran penyakit ini tidak hanya secara langsung mempengaruhi pasar di China, tetapi juga memunculkan ketidakpastian di seluruh pasar dunia. Oleh karena itu, pihak yang terlibat dalam perdagangan internasional harus memperhatikan dan merespons dengan tepat terhadap kondisi pasar yang sedang berlangsung.
Baca Juga: Jasa Cuci Walet Sebelum Siap Konsumsi
Seorang pelaku usaha Sarang Burung Walet bernama Ardianur mengungkapkan bahwa sekitar dua puluh hari yang lalu, harga sarang walet jenis mangkok mencapai puncaknya yaitu mencapai angka Rp 13 juta per kg. Di sisi lain, harga sarang walet jenis sudut hanya mencapai Rp 9 juta per kg dan sarang walet jenis patahan hanya dihargai sekitar Rp 8 juta per kg. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan harga yang signifikan antara jenis sarang walet yang satu dengan yang lainnya.
Dalam dua hari terakhir, terjadi fluktuasi harga pada Sarang Burung Walet yang cukup signifikan. Saat ini, jenis mangkok dijual dengan harga sekitar Rp 10 juta per kilogram, sedangkan sudut hanya sekitar Rp 8 juta per kilogram dan patahan sekitar Rp 7 juta per kilogram. Namun, terjadi penurunan harga yang cukup mengejutkan hari ini. Menurut Ardianur, sarang sudut kini hanya dijual seharga Rp 7 juta per kilogram, sementara patahan hanya dijual seharga Rp 6 juta per kilogram. Teruslah memantau perkembangan harga sarang walet yang sering berubah ini, karena kemungkinan masih akan terjadi fluktuasi harga di masa mendatang.
Dia merasa cemas terhadap kejatuhan harga sarang burung walet jika larangan penerbangan dari Indonesia ke China diberlakukan oleh pemerintah. Kebijakan tersebut akan memperumit ekspor dan menyebabkan kesulitan bagi para pengusaha dalam mempertimbangkan pembelian sarang burung walet. Meskipun demikian, kendala dalam pengiriman ke China tetap ada, sehingga pengusaha harus berfikir panjang untuk menyelesaikannya. Hal ini juga dapat merugikan industri sarang burung walet secara keseluruhan. Oleh karena itu, solusi harus dicari agar ekspor tetap bisa berjalan dan keuntungan bisnis tetap terjaga.
Wiyono, seorang pengusaha sarang burung walet, juga mengamati fenomena serupa di dalam bisnisnya. Saat ini, harga Sarang Burung Walet turun drastis dan keadaan ini diyakini karena merebaknya virus Corona di China. Virus tersebut berdampak pada kesulitan dalam pengiriman dan penurunan permintaan pasar. Karena itu, fenomena ini turut mempengaruhi bisnis sarang burung walet di Indonesia secara langsung dan membuat banyak pengusaha khawatir dengan kondisi pasar yang tidak stabil ini.
Baca Juga: Suara Panggil Walet Sebagai Alat Bantu Ternak Sarang Walet
Menurut Wiyono, terjadi penurunan harga sarang burung walet hampir 50 persen dari harga biasanya karena berkurangnya jadwal penerbangan ke China sebagai konsumen terbesar dari produk tersebut. Namun, penurunan ini memberikan kesempatan bagi konsumen lokal untuk membeli sarang burung walet dengan harga yang lebih terjangkau. Sayangnya, para produsen sarang burung walet di Indonesia mengalami penurunan pendapatan sebagai dampak dari pandemi COVID-19 yang melanda dunia. Hal ini menjadi tantangan bagi para produsen untuk mencari solusi agar tetap dapat bertahan di masa pandemi ini.
Comments
Post a Comment