Permasalahan Terlambat Panen Sarang Walet
Deny, seorang teman saya yang tinggal di Sunter-Jakarta, mengalami masalah sering terlambat dalam memanen sarang walet. Setiap 3 bulan, dia kembali ke kampung halamannya di Sampit-Kalimantan Tengah untuk menengok orang tuanya dan juga memanen sarang walet. Namun, meskipun ada ribuan sarang walet, Deny hanya mampu memanen tidak lebih dari 1 kilogram per bulan. Padahal, seharusnya ia bisa memanen 5 kilogram Sarang Burung Walet. Mengapa ia hanya bisa memanen 1 kilogram saja? Akibatnya, Deny kehilangan kesempatan dalam memanen sarang sebanyak 16 kg per tahun, atau setara dengan kerugian sekitar Rp 160 juta per tahun jika dihargai dengan harga per 1 kilogram sarang walet sekitar Rp 10 juta - ini semua karena ia terlambat dalam memanen. Seharusnya dalam setahun dapat dipanen 20 kg sarang walet, namun yang bisa didapatkan hanya sekitar 4 kg saja.
Gedung Walet Deny yang berlokasi di tengah kota Sampit, memiliki ukuran yang tidak terlalu besar, yakni 5 meter X 20 meter, dengan ketinggian 5 lantai. Bagian atasnya digunakan untuk sarang burung walet, sedangkan bagian bawahnya diperuntukkan sebagai tempat penjualan pakaian, sepatu, tas, dan lain-lain. Awalnya, gedung tersebut cukup sulit untuk disewa selama 2 tahun. Karena hal ini, Deny menghubungi seorang konsultan walet Jakarta yang sering beriklan di majalah Trubus untuk mendapatkan solusi. Sayangnya, konsultan tersebut hanya menjual produk-produk saja, bukan ilmu untuk meningkatkan jumlah populasi burung walet di Gedung Walet Deny. Setelah bekerja sama dengan saya, sebagai pengelola gedung, alhamdulillah dalam waktu 2 tahun, ribuan walet telah bersarang di dalamnya. Terbukti bahwa mengelola gedung walet bukanlah hal yang mudah, namun hasil dari kerja keras dan ketelatenan tidak akan mengecewakan.
Baca Juga: Suara Panggil Walet Sebagai Alat Bantu Ternak Sarang Walet
Kasus yang mirip juga pernah terjadi pada Benny Raintama, di mana ia membangun dua Gedung Walet di daerah Kalasey dan Winangun-Manado sejak awal. Pada saat grand opening, seorang pendeta memerciki air ke lantai dan dinding gedung untuk memberikan pemberkatan, sementara Benny hanya sebagai konsultan yang mengerti teknik Budidaya Walet. Meskipun hanya berjalan selama sekitar 2 tahun, produksi walet sudah mencapai puluhan kilogram. Benny membangun gedung walet tersebut memang untuk kedua anak lelakinya yang kesayangan, Brian dan Billy, namun sebagai orang yang sibuk, ia jarang menengok gedung tersebut, sama seperti Deny. Akibatnya, seringkali ia terlambat dalam panen walet.
Keterlambatan dalam panen dihubungkan langsung dengan teknik panen yang diaplikasikan. Namun, hal ini hanya berlaku untuk teknik panen tegas. Sementara, hal tersebut tidak relevan dengan teknik panen spontan atau penolakan telur. Seandainya pemilik gedung menggunakan teknik panen spontan atau penolakan telur, sudah pasti tidak mungkin ada keterlambatan dalam panen. Lantas, pertanyaannya mengapa Deni dan Benny memilih menggunakan teknik panen tegas?.
Baca Juga: Jasa Cuci Walet Sebelum Siap Konsumsi
Panen tetasan adalah teknik panen Sarang Burung Walet yang dilakukan setelah anak walet bisa terbang. Metode ini dimanfaatkan untuk memastikan populasi walet dapat terus berkembang tanpa gangguan dan tidak menyebabkan stres pada Sarang Burung Walet. Selain itu, teknik ini juga mengurangi tingkat stress pada walet dibandingkan dengan teknik panen rampasan atau pembuangan telur sarang. Namun, penting untuk melakukan panen tetasan secara rutin terutama pada populasi yang padat dengan frekuensi 2 mingguan atau bahkan setiap minggu mengamati anak-anak walet yang siap terbang. Sebaiknya dilakukan 'patroli' ketika melakukan panen, jika sarang tidak segera diambil setelah anak walet terbang maka induk walet akan segera bertelur kembali di sarang itu. Jadi, perlunya keseriusan dalam melaksanakan teknik panen tetasan agar manfaat optimal dapat tercapai.
Comments
Post a Comment